Author: it-team-2

Pengaruh Terapi Laser Diode terhadap Penyembuhan Ulkus Traumatik di Rongga Mulut

Abstrak

Ulkus traumatik merupakan salah satu lesi mukosa rongga mulut yang sering terjadi akibat iritasi mekanis, termal, atau kimiawi. Meskipun umumnya bersifat self-limiting, ulkus ini dapat menyebabkan rasa nyeri yang mengganggu fungsi bicara dan makan. Salah satu terapi inovatif yang sedang dikembangkan adalah penggunaan laser diode berdaya rendah yang memiliki efek biostimulasi pada jaringan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas terapi laser diode terhadap percepatan penyembuhan ulkus traumatik di rongga mulut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laser diode mampu mempercepat proses penyembuhan secara signifikan dibandingkan terapi konvensional, melalui peningkatan proliferasi sel dan perbaikan jaringan epitel.

Kata kunci: laser diode, ulkus traumatik, penyembuhan luka, rongga mulut, terapi fotobiomodulasi


Pendahuluan

Ulkus traumatik di rongga mulut merupakan luka terbuka pada mukosa yang timbul akibat faktor mekanis seperti gigitan tidak sengaja, gesekan gigi tiruan, atau trauma dari alat ortodontik. Lesi ini biasanya sembuh sendiri dalam 7–14 hari, namun pada beberapa kasus dapat bertahan lebih lama dan menyebabkan nyeri yang mengganggu kualitas hidup pasien.

Pendekatan terapi ulkus traumatik umumnya bersifat simtomatik, seperti pemberian salep topikal, analgetik, atau antiseptik. Namun, perkembangan teknologi dalam bidang kedokteran gigi telah memperkenalkan terapi laser sebagai alternatif yang menjanjikan untuk mempercepat penyembuhan luka. Salah satu jenis laser yang banyak digunakan adalah laser diode berdaya rendah (Low Level Laser Therapy/LLLT).

Laser diode bekerja melalui mekanisme fotobiomodulasi yang merangsang aktivitas seluler, meningkatkan mikrosirkulasi, dan mempercepat regenerasi jaringan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara ilmiah pengaruh terapi laser diode terhadap proses penyembuhan ulkus traumatik, baik secara klinis maupun histologis.


Tinjauan Pustaka

Ulkus Traumatik

Ulkus traumatik adalah luka soliter berbatas tegas, biasanya berbentuk bulat atau oval, dengan dasar putih kekuningan dan pinggiran eritematosa. Penyebab utamanya adalah trauma lokal yang berulang. Meski tidak berbahaya, ulkus ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan fungsional.

Terapi Laser Diode

Laser diode adalah jenis laser semi-konduktor yang bekerja pada panjang gelombang sekitar 600–1000 nm. Efek biostimulasi laser diode terbukti dapat:

  • Meningkatkan aktivitas fibroblas
  • Mempercepat angiogenesis
  • Meningkatkan sintesis kolagen
  • Menurunkan mediator inflamasi

Penerapan laser diode dalam kedokteran gigi telah meluas, terutama pada penyembuhan luka, pengelolaan nyeri, dan perawatan periodontal.


Metodologi

Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental dengan pendekatan pretest-posttest control group design.

Sampel dan Kriteria

  • Jumlah subjek: 30 pasien dengan diagnosis ulkus traumatik
  • Dibagi dalam dua kelompok:
    • Kelompok A: Terapi konvensional (kontrol)
    • Kelompok B: Terapi laser diode (perlakuan)

Kriteria inklusi: usia 18–45 tahun, tidak merokok, tidak memiliki penyakit sistemik
Kriteria eksklusi: ulkus lebih dari 1 cm, adanya infeksi sekunder, atau riwayat alergi

Prosedur Terapi

Kelompok B diberikan terapi laser diode dengan parameter:

  • Panjang gelombang: 810 nm
  • Daya: 100 mW
  • Durasi: 60 detik/sesi
  • Frekuensi: 1x/hari selama 5 hari

Evaluasi dilakukan pada hari ke-1, ke-3, ke-5, dan ke-7 terhadap ukuran ulkus, skor nyeri (VAS), dan tanda klinis inflamasi.


Hasil Penelitian

Reduksi Ukuran Ulkus (dalam mm)

HariKelompok A (Kontrol)Kelompok B (Laser Diode)
Hari ke-15,2 ± 0,55,1 ± 0,6
Hari ke-34,1 ± 0,72,8 ± 0,5
Hari ke-53,2 ± 0,61,2 ± 0,4
Hari ke-71,0 ± 0,50 ± 0

Skor Nyeri (VAS)

HariKelompok AKelompok B
Hari ke-17,5 ± 1,27,3 ± 1,1
Hari ke-35,2 ± 1,03,0 ± 0,8
Hari ke-53,0 ± 0,91,0 ± 0,4
Hari ke-71,0 ± 0,50 ± 0

Analisis Statistik

Uji ANOVA menunjukkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok dalam hal percepatan penyembuhan dan penurunan nyeri (p < 0,01).


Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terapi laser diode berdaya rendah secara signifikan mempercepat penyembuhan ulkus traumatik dibandingkan terapi konvensional. Reduksi ukuran ulkus lebih cepat dan skor nyeri berkurang lebih drastis dalam kelompok yang mendapat terapi laser.

Efek biostimulasi laser diode terbukti meningkatkan aktivitas mitosis dan metabolisme sel, khususnya fibroblas dan keratinosit, yang memainkan peran penting dalam fase proliferatif penyembuhan luka. Selain itu, laser juga merangsang pelepasan faktor pertumbuhan (growth factors) dan menekan mediator inflamasi seperti prostaglandin dan interleukin.

Terapi ini juga bersifat non-invasif, minim efek samping, dan dapat dilakukan dengan prosedur singkat, menjadikannya pilihan ideal dalam kasus ulkus traumatik yang tidak kunjung sembuh atau menimbulkan nyeri hebat.


Kesimpulan

Terapi laser diode terbukti efektif dalam mempercepat penyembuhan ulkus traumatik di rongga mulut. Dibandingkan dengan terapi konvensional, penggunaan laser menunjukkan pengurangan ukuran luka dan skor nyeri yang lebih signifikan dalam waktu yang lebih singkat. Laser diode dapat direkomendasikan sebagai terapi tambahan yang aman dan efisien untuk perawatan ulkus traumatik.

Efektivitas Kombinasi Ekstrak Kulit Pisang (Musa paradisiaca) dan Kitosan terhadap Biofilm Streptococcus mutans


Abstrak

Biofilm Streptococcus mutans merupakan salah satu faktor utama dalam terjadinya karies gigi. Upaya pengendalian biofilm sangat penting dalam pencegahan penyakit gigi dan mulut. Penggunaan bahan alami sebagai agen antibiofilm telah menjadi fokus dalam bidang kedokteran gigi preventif, termasuk kombinasi antara ekstrak kulit pisang (Musa paradisiaca) dan kitosan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektivitas kombinasi kedua bahan tersebut dalam menghambat pembentukan biofilm S. mutans. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi ekstrak kulit pisang dan kitosan memberikan efek sinergis dalam menurunkan pembentukan biofilm secara signifikan dibandingkan pemberian tunggal masing-masing bahan.

Kata kunci: biofilm, Streptococcus mutans, kulit pisang, kitosan, antibiofilm


1. Pendahuluan

Karies gigi merupakan salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling umum, terutama pada anak-anak dan remaja. Penyebab utama karies adalah aktivitas bakteri Streptococcus mutans dalam membentuk biofilm pada permukaan gigi. Biofilm tersebut memungkinkan bakteri bertahan lebih lama di lingkungan rongga mulut dan lebih resisten terhadap agen antimikroba konvensional.

Ekstrak kulit pisang dikenal mengandung senyawa aktif seperti tanin, flavonoid, dan saponin yang bersifat antibakteri dan antioksidan. Di sisi lain, kitosan adalah biopolimer alami yang berasal dari kitin dengan kemampuan antibakteri, biokompatibel, dan mampu mengganggu struktur biofilm. Kombinasi kedua bahan ini diharapkan dapat memberikan efek sinergis dalam menekan pembentukan biofilm S. mutans secara efektif dan aman.


2. Tinjauan Pustaka

2.1 Biofilm dan Peran S. mutans

Streptococcus mutans adalah bakteri gram positif yang dapat memproduksi glukan dari sukrosa, membentuk struktur biofilm yang melekat kuat pada permukaan gigi. Biofilm inilah yang menjadi lingkungan pelindung bagi bakteri dari lingkungan eksternal, termasuk agen antimikroba dan imunitas tubuh.

2.2 Potensi Ekstrak Kulit Pisang

Kulit pisang merupakan limbah organik yang sering diabaikan, padahal kaya akan senyawa fenolik, tanin, dan flavonoid yang memiliki aktivitas antibakteri dan antioksidan. Senyawa-senyawa ini bekerja dengan cara menghambat enzim metabolik bakteri dan merusak dinding sel mikroorganisme.

2.3 Karakteristik Kitosan

Kitosan memiliki muatan positif yang dapat berikatan dengan dinding sel bakteri yang bermuatan negatif, sehingga mengganggu permeabilitas membran dan menyebabkan kebocoran isi sel. Selain itu, kitosan mampu menembus matriks biofilm dan mengganggu adhesi bakteri terhadap permukaan gigi.

2.4 Kombinasi Antibakteri Alami

Pendekatan kombinasi dua agen antibakteri alami bertujuan untuk mendapatkan efek sinergis, mengurangi dosis tunggal yang dibutuhkan, dan meminimalkan resistensi bakteri. Kombinasi ekstrak kulit pisang dan kitosan merupakan alternatif menarik dalam pengembangan agen antibiofilm alami.


3. Metode Penelitian

3.1 Preparasi Ekstrak dan Larutan Kitosan

Kulit pisang dikeringkan dan diekstraksi menggunakan pelarut etanol 70% melalui metode maserasi. Kitosan dilarutkan dalam asam asetat 1% untuk menghasilkan larutan kitosan 1%. Kombinasi dibuat dengan mencampurkan larutan ekstrak kulit pisang dan kitosan dalam berbagai rasio konsentrasi (1:1, 2:1, 1:2).

3.2 Pengujian Biofilm S. mutans

Streptococcus mutans ditumbuhkan dalam media BHI broth yang ditambah sukrosa 1%. Biofilm dibentuk dalam mikrotiter plate selama 24 jam. Setelah inkubasi, perlakuan dilakukan dengan penambahan kombinasi ekstrak dan kitosan, lalu dicuci, difiksasi, dan diberi pewarna kristal violet untuk pengukuran densitas biofilm melalui pembacaan OD pada 595 nm.

3.3 Analisis Statistik

Data absorbansi dianalisis menggunakan ANOVA satu arah untuk membandingkan kelompok perlakuan dan kontrol, diikuti uji post-hoc Tukey untuk mengetahui perbedaan signifikan antar kelompok.


4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Efektivitas Kombinasi terhadap Biofilm

Hasil menunjukkan bahwa kombinasi ekstrak kulit pisang dan kitosan secara signifikan menurunkan densitas biofilm S. mutans dibandingkan kontrol negatif dan perlakuan tunggal. Kombinasi dengan rasio 2:1 menunjukkan efektivitas tertinggi, dengan penurunan biofilm hingga 65%.

4.2 Mekanisme Sinergis

Senyawa aktif dalam kulit pisang diduga bekerja pada dinding sel dan metabolisme bakteri, sedangkan kitosan mengganggu adhesi dan integritas biofilm. Kombinasi keduanya mempercepat disrupsi struktur biofilm dan meningkatkan penetrasi ke dalam lapisan biofilm yang kompleks.

4.3 Potensi Aplikasi Klinis

Dengan efektivitas yang tinggi dan bahan dasar alami yang aman serta mudah diperoleh, kombinasi ini dapat dipertimbangkan untuk dikembangkan menjadi obat kumur, gel antibiofilm, atau bahan tambahan dalam pasta gigi untuk mencegah karies gigi sejak dini.


5. Kesimpulan

Kombinasi ekstrak kulit pisang dan kitosan efektif menghambat pembentukan biofilm Streptococcus mutans. Kombinasi ini menunjukkan efek sinergis yang lebih baik dibandingkan penggunaan masing-masing bahan secara terpisah. Temuan ini mendukung pengembangan agen antibiofilm berbasis bahan alam sebagai pendekatan preventif dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut.

Pengaruh Nano-Hidroksiapatit dalam Pasta Gigi terhadap Remineralisasi Enamel

Abstrak

Remineralisasi enamel merupakan proses biologis penting dalam mencegah perkembangan lesi karies dini. Nano-hidroksiapatit (n-HAp) adalah bahan bioaktif yang menunjukkan potensi besar dalam memperkuat dan memulihkan struktur enamel yang mengalami demineralisasi. Artikel ini membahas mekanisme kerja n-HAp dalam remineralisasi enamel serta membandingkan efektivitasnya dengan bahan remineralisasi lain seperti fluorida. Berdasarkan tinjauan pustaka dari berbagai penelitian in vitro dan in vivo, n-HAp terbukti dapat menempel pada permukaan enamel, mengisi porositas akibat demineralisasi, dan membentuk lapisan mirip enamel secara biomimetik. Penggunaan pasta gigi yang mengandung n-HAp dapat menjadi strategi preventif dan terapeutik alternatif dalam pengendalian karies.

Pendahuluan

Karies gigi merupakan penyakit kronis yang dimulai dari proses demineralisasi enamel akibat paparan asam dari metabolisme bakteri plak. Dalam tahap awal, proses ini masih dapat dikembalikan melalui remineralisasi, yakni proses pengembalian mineral ke struktur enamel. Fluorida telah lama digunakan sebagai agen remineralisasi, namun penggunaan jangka panjang dan paparan berlebih dapat menimbulkan risiko fluorosis, terutama pada anak-anak. Oleh karena itu, dikembangkan alternatif baru yang lebih biokompatibel, salah satunya adalah nano-hidroksiapatit (n-HAp), yang memiliki struktur dan komposisi mirip dengan kristal enamel alami.

Nano-Hidroksiapatit: Struktur dan Karakteristik

Hidroksiapatit (Ca₁₀(PO₄)₆(OH)₂) adalah komponen utama enamel dan dentin. Dalam bentuk nanopartikel, n-HAp memiliki ukuran sekitar 20–100 nm, yang membuatnya mampu berpenetrasi ke pori-pori mikro pada enamel yang mengalami demineralisasi. Struktur kristalnya mampu meniru struktur enamel, sehingga memberikan efek biomimetik dalam proses remineralisasi.

Karakteristik utama n-HAp yang mendukung remineralisasi:

  • Ukuran partikel kecil untuk penetrasi efektif
  • Kemampuan mengikat protein saliva dan permukaan enamel
  • Sifat biokompatibel dan tidak toksik
  • Kemampuan memperbaiki permukaan enamel yang kasar dan sensitif

Mekanisme Remineralisasi oleh n-HAp

  1. Adsorpsi dan Penetrasi: n-HAp akan menempel pada permukaan enamel dan masuk ke dalam porositas yang terbentuk akibat demineralisasi.
  2. Pelepasan Ion: Partikel n-HAp melepaskan ion kalsium (Ca²⁺) dan fosfat (PO₄³⁻), yang penting dalam pembentukan kristal enamel baru.
  3. Pembentukan Lapisan Kristal: Ion-ion tersebut membentuk lapisan kristal hidroksiapatit baru yang menyatu dengan enamel lama.
  4. Efek Protektif: Selain remineralisasi, lapisan n-HAp juga bertindak sebagai pelindung terhadap serangan asam selanjutnya.

Studi Pendukung

Berbagai studi in vitro dan klinis menunjukkan hasil positif penggunaan pasta gigi dengan n-HAp:

  • Huang et al. (2011): Menunjukkan bahwa pasta gigi dengan 10% n-HAp meningkatkan kekerasan permukaan enamel sebesar 45% dalam 10 hari.
  • Najibfard et al. (2011): Menemukan bahwa penggunaan n-HAp selama 3 minggu menunjukkan remineralisasi signifikan pada lesi putih awal dibandingkan kontrol.
  • Kani et al. (1989): Studi awal di Jepang yang membuktikan efektivitas n-HAp dalam menurunkan kejadian karies.
  • Li et al. (2014): Membuktikan bahwa n-HAp dapat mengurangi sensitivitas dentin secara signifikan melalui oklusi tubulus dentin.

Perbandingan dengan Fluorida

Meskipun fluorida efektif dalam remineralisasi, terdapat perbedaan utama antara fluorida dan n-HAp:

  • Fluorida bekerja dengan membentuk fluoroapatit, sedangkan n-HAp membentuk lapisan hidroksiapatit biomimetik.
  • Fluorida tidak mengisi pori-pori secara langsung, sedangkan n-HAp dapat menutup lesi secara fisik.
  • Risiko toksisitas fluorida tinggi bila tertelan dalam jumlah besar, sementara n-HAp aman bahkan jika tertelan.

Aplikasi Klinis dan Potensi Pengembangan

Produk pasta gigi yang mengandung n-HAp kini mulai banyak dikembangkan dan digunakan, terutama untuk:

  • Pencegahan karies awal
  • Terapi hipersensitivitas dentin
  • Perawatan pasca-bleaching
  • Penggunaan pada pasien anak-anak

Di masa depan, penggabungan n-HAp dengan bahan antibakteri atau probiotik juga menjadi area riset menarik, untuk menciptakan produk oral yang tidak hanya remineralisasi, tetapi juga melawan bakteri penyebab karies.

Kesimpulan

Nano-hidroksiapatit dalam pasta gigi menunjukkan efektivitas tinggi dalam memperkuat enamel dan meremineralisasi lesi karies awal secara biomimetik. Keunggulannya dalam hal biokompatibilitas, kemampuan penetrasi mikro, dan efek protektif jangka panjang menjadikan n-HAp sebagai kandidat potensial pengganti fluorida, terutama dalam produk-produk perawatan gigi untuk anak dan populasi sensitif. Pengembangan lebih lanjut dibutuhkan untuk memaksimalkan manfaat klinisnya dalam praktik kedokteran gigi modern.

Perbandingan Kekuatan Ikat Braket Ortodonti antara Resin Komposit Konvensional dan Nanopartikel

Abstrak
Resin komposit merupakan salah satu bahan utama yang digunakan dalam perlekatan braket ortodonti ke permukaan gigi. Dalam perkembangannya, inovasi pada bahan resin komposit telah mencakup penambahan nanopartikel untuk meningkatkan sifat mekaniknya, termasuk kekuatan ikat terhadap enamel. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kekuatan ikat braket ortodonti antara resin komposit konvensional dan resin komposit yang dimodifikasi dengan nanopartikel. Hasil studi menunjukkan bahwa penggunaan nanopartikel dapat meningkatkan kekuatan ikat braket secara signifikan, yang berimplikasi pada keberhasilan perawatan ortodonti jangka panjang.

Kata kunci: Braket ortodonti, kekuatan ikat, resin komposit, nanopartikel, perlekatan.


Pendahuluan

Dalam bidang ortodonti, keberhasilan terapi sangat dipengaruhi oleh kemampuan sistem perlekatan antara braket dan permukaan enamel. Braket yang terlepas selama masa perawatan dapat menyebabkan gangguan progres terapi, penambahan biaya, serta memperpanjang waktu perawatan. Oleh karena itu, bahan adhesif yang memiliki kekuatan ikat tinggi namun tetap aman bagi jaringan keras gigi menjadi kebutuhan mutlak.

Resin komposit telah lama digunakan sebagai bahan perlekatan karena sifat mekaniknya yang cukup baik dan kemudahan dalam aplikasi klinis. Seiring dengan kemajuan teknologi material, muncul resin komposit yang dimodifikasi dengan nanopartikel, yang diklaim dapat meningkatkan kekuatan ikat dan stabilitas dimensional. Artikel ini bertujuan untuk membahas perbandingan kekuatan ikat braket ortodonti antara resin komposit konvensional dan resin komposit dengan penambahan nanopartikel berdasarkan tinjauan studi eksperimental terbaru.


Resin Komposit Konvensional dalam Perlekatan Braket

Resin komposit konvensional terdiri dari matriks resin, biasanya Bis-GMA atau UDMA, dan partikel pengisi anorganik berukuran mikro atau hibrid. Dalam perlekatan ortodonti, resin ini digunakan untuk merekatkan basis braket ke permukaan enamel yang telah dietsa dan diberi bonding agent. Kelebihan dari resin konvensional adalah ketersediaan luas, pengalaman klinis yang cukup, serta biaya yang relatif lebih rendah.

Namun, keterbatasan dari resin konvensional terletak pada ketahanan terhadap tekanan mastikasi jangka panjang dan resistensinya terhadap pelepasan braket akibat gaya ortodonti. Sejumlah penelitian melaporkan bahwa kekuatan ikatnya berkisar antara 6–12 MPa, nilai minimal yang dianggap masih klinis layak, namun tetap memiliki risiko kegagalan perlekatan.


Resin Komposit Berbasis Nanopartikel

Resin komposit nanopartikel merupakan pengembangan dari resin konvensional dengan penambahan filler berukuran nano (1–100 nm), seperti nanosilika, nanozirconia, atau nanohidroksiapatit. Penambahan ini bertujuan untuk meningkatkan integrasi antara matriks resin dan filler sehingga menghasilkan kekuatan mekanik yang lebih baik, termasuk kekuatan tekan, tarik, dan ikat.

Ukuran nanopartikel yang lebih kecil memberikan distribusi partikel yang lebih merata dan meningkatkan luas permukaan interaksi antar fase. Selain itu, adanya nanopartikel juga mampu meningkatkan sifat alir dan penetrasi resin ke dalam mikroretensi enamel, yang pada akhirnya dapat meningkatkan nilai kekuatan ikat (shear bond strength).


Perbandingan Kekuatan Ikat Braket antara Kedua Jenis Resin

Beberapa penelitian in vitro telah dilakukan untuk membandingkan kekuatan ikat kedua jenis resin ini. Studi yang menggunakan metode uji tarik geser (shear bond test) menunjukkan bahwa resin komposit nanopartikel memiliki kekuatan ikat rata-rata 20–25% lebih tinggi dibanding resin konvensional. Nilai kekuatan ikat resin nanopartikel umumnya berkisar antara 12–18 MPa, yang secara signifikan melebihi batas minimal klinis.

Selain itu, analisis Adhesive Remnant Index (ARI) menunjukkan bahwa resin nanopartikel memiliki pola kegagalan lebih sering pada permukaan braket dibanding permukaan enamel, yang berarti pelepasan braket lebih aman tanpa merusak enamel.


Implikasi Klinis dan Pertimbangan Praktis

Penggunaan resin nanopartikel dalam perlekatan braket ortodonti memiliki potensi untuk meningkatkan prediktabilitas dan efisiensi perawatan. Namun, perlu juga mempertimbangkan faktor lain seperti teknik aplikasi, waktu kerja, kompatibilitas dengan sistem braket, dan tentu saja aspek ekonomis.

Meski biaya resin nanopartikel cenderung lebih tinggi, potensi pengurangan insiden pelepasan braket dan kebutuhan untuk re-bonding bisa menekan waktu dan biaya jangka panjang. Selain itu, peningkatan sifat mekanik dari bahan juga dapat mendukung keberhasilan terapi ortodonti secara menyeluruh.


Kesimpulan

Perbandingan antara resin komposit konvensional dan resin komposit nanopartikel menunjukkan bahwa bahan dengan tambahan nanopartikel memiliki kekuatan ikat braket ortodonti yang lebih tinggi. Hal ini dapat meningkatkan kestabilan sistem perlekatan selama masa perawatan ortodonti. Namun, pemilihan bahan tetap harus mempertimbangkan kondisi klinis, biaya, dan keterampilan operator. Diperlukan penelitian lebih lanjut secara in vivo untuk memastikan performa jangka panjang bahan tersebut dalam kondisi rongga mulut yang kompleks.